Waktu yang membawa
kita, waktu yang mempertemukan kita, waktu yang menumbuhkan rasa, waktu yang
mempertahankan kita, dan… waktu yang dapat menyembuhkan segalanya.
“Di dalam kesunyian
kau dan aku terdiam. Bersiap untuk hadapi kenyataan bahwa jalan terbaik bagi
sebuah hubungan tanpa ikrar adalah berpisah… Sempat ego bicara pada pendirian
kita, mencoba untuk memaksakan dan ajukan logika bahwa meskipun cinta tak harus
memiliki, namun jalinan cinta tetap perlu janji. Kita hanya sepasang manusia
yang salah memahami cinta…”--- Tangga.
Sebelum hari itu,
hari dimana kita pertama kalinya merasakan bahwa keegoisan kita mengganggu satu
sama lain, tak pernah terbesit sebelumnya bahwa ternyata kita sudah masuk ke
dalam kehidupan kita masing-masing. Kau. Dan. Aku.
Kita menjalani waktu
hingga sampai saat ini, dengan berbagai macam cara, dengan berbagai macam
masalah, dengan berbagai macam rasa yang saling datang entah darimana. Dan
kini, pertanyaan itu hadir “Dapatkah kita bertahan? Dengan keadaan seperti ini?
Tanpa ikrar, tanpa ikatan?”
Hubungan jarak jauh
itu tak mudah. Sekalipun mereka yang telah memiliki ikatan, berhubungan jarak
jauh itu sungguh, sulit. Kita? Lebih dari sekedar jarak jauh, tanpa komunikasi
seperti layaknya mereka yang dapat berkomunikasi kapanpun. Dan tentunya, tanpa
ikatan sama sekali…
Tak pernah seperti
ini. Tak pernah kehilangan ide dan pikiran hingga blank dan saling terdiam. Hening. Sampai kapan kita dapat bertahan
dalam keadaan yang sama sekali tak memungkinkan seperti ini? Sampai kapan kita
dapat mempertahankan rasa tanpa adanya sesuatu yang mengikat kita sedikitpun?
Sepi. Hening
jawabnya. Tak ada suara lain selain hembusan angin yang berlalu lalang di
hadapan telepon genggam malam itu. Mencoba mencari jalan untuk sebuah
‘komitmen’ yang bukan ‘komitmen’. Yah, kita memang rumit. Tak dapat dikatakan,
tak dapat dijabarkan, tak dapat dirumuskan, namun mengapa Tuhan begitu masih
membiarkan kita bersama sejauh ini? Jika kita tak ditakdirkan untuk bersama,
sejak awal kita takkan bertahan hingga detik ini. Tuhan, adakah sesuatu yang
Kau sembunyikan di balik semua ini?
Percakapan itu
berjalan lama, waktu yang tak berhenti, namun jalan pemikiran yang tetap stuck. Diam. Tak ada sedikitpun jawaban
yang dapat membuka pikiran. Buta.
Kita sama-sama tak
bisa mengekang, tak bisa melarang, namun ketika menghadapi kenyataan
masing-masing dari kita harus bersama yang lain… tak rela. Adakah jalan untuk
sebuah hubungan dengan rasa tanpa ikatan dengan prinsip yang tak dapat
dihancurkan, seperti… ini?
Dan, lagi-lagi waktu
yang membawa kita pada sebuah jawaban manis dari percakapan panjang yang telah
dilewati berjuta detik.
“Sampai kapanpun,
kita tak akan bisa terikat oleh apapun.”
Namun kita dapat
bertahan, dengan apa yang telah kita putuskan sebelumnya. Sebuah kejujuran, kepercayaan
dan pengertian yang tak terbatas. Cukupkah?
Cukup. Untuk dapat
membuat kita bertahan tanpa adanya ikatan. Mungkin bukan kita yang mengikat
kita masing –masing, namun biarkan Tuhan yang mengikatnya dengan rencana yang
lebih indah. Untuk kita, tentunya.
Saling percaya, bahwa
sebuah ‘status’ tak berarti segalanya. Saling percaya, bahwa Tuhan
mempertemukan kita bukan untuk alasan yang kosong.
Dan… saling percaya
bahwa kita dapat bertahan.
“Sampai kapan? Besok
mungkin. Dan kalau kamu nanya lagi dengan pertanyaan yang sama, aku bakal
ngejawab dengan jawaban yang sama. Besok. Sampai aku gak punya lagi besok.”
:)