Bertemu untuk berpisah, atau bertemu untuk bersama?
Kita dipertemukan untuk dipisahkan, atau kita dipertemukan
untuk bersama?
Kau tahu, mengapa Tuhan memperkenalkan kalian? Mengapa Tuhan
mempertemukan kalian? Mengapa Tuhan memberikan rasa yang berbeda di antara
kalian? Dan mengapa Tuhan menakdirkan kalian untuk saling berhadapan sekarang?
Padahal sebelum ini, kalian saling acuh. Tak saling
bertatap, tak saling berjabat tangan, tak saling tersenyum, dan tak saling
mengenal satu sama lain.
Kalian bertemu, saling mengenal, saling bercerita, saling
berbagi, saling diam, dan saling... jatuh cinta.
Merasakan segala rasa bersama, menerima kenyataan bersama,
menghadapi dunia bersama. Melewati waktu bersama menghadapi rintang dalam
hening. Bertahan dalam perih, bersama dalam bahagia. Pahit bersama, manis
bersama. Genggaman tangan itu menguatkan langkah yang sering terjatuh, langkah
yang sempat terhambat, dan langkah yang sempat terluka.
Namun kini, haruskah kata ‘perpisahan’ menjadi jalan akhir
dari sebuah perjalanan? Perjalanan yang belum, atau mungkin yang takkan
berakhir?
Haruskah semuanya berakhir?
Haruskah semua berlalu bersama angin? Haruskah berakhir
bersama ombak yang pernah menjadi saksi janji suci?
Haruskah? Haruskah jalan perpisahan ditempuh
dalam hati yang tak dapat dipisahkan?
Pejamkan matamu, selami hatimu…
Ingatkah kau ketika pertama kali bertemu
dengannya?
Ingatkah ketika kalian saling mengenal?
Ketika saling bercerita, ketika saling
berbagi, ketika tersenyum ketika menemukan banyak hal yang sama dalam diri
kalian?
Ingatkah saat saling mencuri pandang? Saat
debar jantung lebih cepat ketika saling bertemu?
Ingatkah ketika mulai merindukannya dan tak
tenang saat jauh darinya?
Ingatkah saat kau diam, berlutut, dan memohon
pada Tuhan untuk memilikinya?
Ingatkah saat Tuhan mengabulkan permintaanmu,
dan berjanji dengan saksi indah di bawah sinar rembulan? Ingatkah ketika kau
menghapus air mata bahagianya?
Dan kini, kau membiarkan air mata dengan
meninggalkan luka yang dalam, membiarkannya berjalan sendiri dalam gelap, mengacuhkan
rasa yang pernah hadir dan mengisi hidup yang pernah tak berarti.
Ingatlah ketika kau jatuh cinta padanya mengalahkan
rasa apapun yang pernah ada.
Tak ingatkah kau pada ikrar ketika saling
mencintai?
Sadarkah kau? Air mata terjatuh pada orang-orang
yang tak menginginkan kalian berpisah. Mereka, mereka tak yakin. Tak yakin kau
dapat berdiri sendiri, maupun dirinya. Kalian saling menguatkan, dan selalu
hampa tanpa salah satunya.
Ketidaksetiaan menghancurkan segala mimpi yang
kalian bangun bersama.
Kau. Mengapa kau berani berkomitmen jika kau
berani berkhianat? Mengapa kau berani berjanji jika akhirnya harus diingkari?
Mengapa kau berani mencintai jika hanya untuk menyakiti? Mengapa kau berani
mengukir cinta jika masih menggoreskan luka?
Kau berani berkomitmen, berarti kau berani
menjaga sebuah kepercayaan. Kau berani berjanji, kau mampu untuk tak
mengingkari. Kau berani meminta dirinya pada Tuhan, kau berani menjaganya. Dan kau
berjanji mencintainya, berarti kau mampu untuk menjaga hatinya.
Kerikil kecil dan badai besar akan selalu ada,
perbedaan selalu terjadi, rasa ketidak cocokan selalu menghantui, dan ego yang
selalu menabrakkan diri. Namun sadarkah kalian? Tuhan memberikan segala rasa
untuk tetap mempersatukan kalian dalam keadaan apapun. Semakin banyak rintang
yang kalian hadapi, semakin kuat pula rasa memiliki yang kalian yakini.
Kepercayaan penuh, kepercayaan yang tetap teguh, kepercayaan yang takkan
termakan oleh waktu.
Kau dan dia bukan menjadi dua kata yang saling
terpisah, namun satu. Menjadi kalian.
Sadarlah, Tuhan mempertemukan kalian bukan
untuk alasan yang kosong. Kalian dipertemukan untuk bersatu, bukan untuk
berpisah.
Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk
pria, dan pria yang kehilangan satu tulang rusuknya untuk menciptakan makhluk
pasangannya. Takkan berpisah, takkan terpisah.
Kalian. Sepasang manusia yang Tuhan ciptakan
dengan penuh cinta.
Amirush
Shaffa Fauzia
121001
Teruntuk
kalian, kedua sahabat yang selalu aku cintai.
0 comments:
Posting Komentar