Minggu, 07 Oktober 2012

Tanpa Isyarat, Tanpa Ikatan

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 21.24

Siapa yang salah? Rasanya tak ada yang salah dan tak ada yang perlu dipersalahkan.
Kau, disana. Aku, disini. Dengan kuasa Tuhan, kita bertemu.
Rasanya terlalu cepat rasa ini tumbuh dan liar di antara kita. Aku dan kamu saling merasakan, namun hanya diam dan mencoba saling menyembunyikan. Aku dan kamu saling tahu, tapi tak berkenan untuk saling memberitahu.

Kita menjalani hari-hari dengan suasana yang baru dan berbeda dari sebelum saling mengenal dan mengisi satu sama lain. Hingga suatu saat, kita berjanji dan melingkarkan kedua jari terkecil kita masing-masing. Tanpa isyarat, tanpa ikatan.
Hingga kini, kau jaga sebuah janji yang ‘katanya’ takkan kau ingkari.

Namun… sepertinya ada yang salah. Ketika seorang yang lain mulai merasuki duniamu dan melumpuhkan kedua kakimu untuk bergerak lari. Aku hanya mampu melihat, tak mampu berkata. Aku tak mampu melakukan apapun. Untukmu, tentunya.
Aku hanya dapat menggenggam jari dan tanganku sendiri tanpa membaginya pada siapa pun. Aku sepenuhnya sadar, tak dapat melakukan apapun untukmu ketika dia mulai menarikmu kembali untuk dunianya. Hak apa yang kumiliki? Tak ada, seujung jari pun tak ada. Hanya karena kita ‘dekat’ dan merasakan hal yang sama? Itu tak cukup, tak cukup untuk meyakinkan kita berada dalam jalan yang sama.

Hingga kini, tak ada ikatan dan status yang jelas di antara kita. Tak ada suatu kata atau kejadian yang menyuruhku untuk mempertahankan segalanya. Kita mengalir, dengan segala yang kita miliki. Tanpa paksaan, dan hanya masih menerka-nerka perasaan satu sama lain. Aku berdiri bersamamu. Jika kini ada yang lain menarikmu untuk pergi, apa hakku untuk mempertahankanmu?
Sudah ku bilang sejak awal. “Setia itu sulit”. Ya? :’)

Jika kini dia menginginkanmu kembali dan kau pun lemah karena ucapannya, mengapa tidak?
Aku. Aku bukan siapa-siapa, kita baru saling mengenal, baru merasakan akar-akar dari rasa yang belum tumbuh tinggi. Sedangkan dia? Dia yang pernah mengisi hatimu, pernah menjadi bagian dari cerita masa lalumu, pernah mengukir cerita bersama hidupmu. Dia yang mungkin lebih mengertimu daripada aku. Dia memaksamu dan tak membiarkanmu untuk bersamaku, juga kau yang mencoba mengerti keadaannya. Aku paham, ini bukan porsiku. Aku tahu. Aku mengerti.

Aku hanya mampu tersenyum mendapati kau yang seolah-olah kembali terbuai oleh masa lalumu.

Hai kau, jika harus kau yang membagi perasaanmu untukku dan untuknya, aku tak pernah bisa. Pergilah bersamanya, habiskan dan berikan seutuhnya cintamu untuknya, bersama dia yang pernah menjadi segalanya untukmu dulu. Jangan kau sangkut-pautkan aku dengan segala perasaanku dan kehadirannya. Jika kau mampu meyakinkannya, aku pun akan meyakinkanmu bahwa aku akan baik-baik saja. Tak perlu masalahkan ini, hanya perlu langkahkan kakimu seirama dengannya. Dan biarkanlah aku dengan segala luka yang kini membuatku berdiri.

Terimakasih telah memberikan luka yang begitu membuatku tak percaya arti dari kekuatan sebuah janji, dari sebuah pengkhianatan yang terlampau jauh untuk diingkari. Terima kasih, meskipun aku tak tahu harus berterima kasih untuk apa. Mungkin untukmu yang telah berhasil membuatku membuka celah kecil dalam hatiku, dan akhirnya kini harus ku tutup rapat-rapat, sampai aku menemukan seseorang yang benar-benar membawakan untukku arti dari sebuah janji yang seutuhnya. Tanpa pengkhianatan, tentunya.

0 comments:

Posting Komentar

 

Amirush Shaffa Fauzia Copyright © 2012 Design by Sandi Hidayat