Jumat, 28 Desember 2012

Aku. Kamu. Kita.

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 14.25

Waktu yang membawa kita, waktu yang mempertemukan kita, waktu yang menumbuhkan rasa, waktu yang mempertahankan kita, dan… waktu yang dapat menyembuhkan segalanya.

“Di dalam kesunyian kau dan aku terdiam. Bersiap untuk hadapi kenyataan bahwa jalan terbaik bagi sebuah hubungan tanpa ikrar adalah berpisah… Sempat ego bicara pada pendirian kita, mencoba untuk memaksakan dan ajukan logika bahwa meskipun cinta tak harus memiliki, namun jalinan cinta tetap perlu janji. Kita hanya sepasang manusia yang salah memahami cinta…”--- Tangga.

Sebelum hari itu, hari dimana kita pertama kalinya merasakan bahwa keegoisan kita mengganggu satu sama lain, tak pernah terbesit sebelumnya bahwa ternyata kita sudah masuk ke dalam kehidupan kita masing-masing. Kau. Dan. Aku.

Kita menjalani waktu hingga sampai saat ini, dengan berbagai macam cara, dengan berbagai macam masalah, dengan berbagai macam rasa yang saling datang entah darimana. Dan kini, pertanyaan itu hadir “Dapatkah kita bertahan? Dengan keadaan seperti ini? Tanpa ikrar, tanpa ikatan?”

Hubungan jarak jauh itu tak mudah. Sekalipun mereka yang telah memiliki ikatan, berhubungan jarak jauh itu sungguh, sulit. Kita? Lebih dari sekedar jarak jauh, tanpa komunikasi seperti layaknya mereka yang dapat berkomunikasi kapanpun. Dan tentunya, tanpa ikatan sama sekali…

Tak pernah seperti ini. Tak pernah kehilangan ide dan pikiran hingga blank dan saling terdiam. Hening. Sampai kapan kita dapat bertahan dalam keadaan yang sama sekali tak memungkinkan seperti ini? Sampai kapan kita dapat mempertahankan rasa tanpa adanya sesuatu yang mengikat kita sedikitpun?

Sepi. Hening jawabnya. Tak ada suara lain selain hembusan angin yang berlalu lalang di hadapan telepon genggam malam itu. Mencoba mencari jalan untuk sebuah ‘komitmen’ yang bukan ‘komitmen’. Yah, kita memang rumit. Tak dapat dikatakan, tak dapat dijabarkan, tak dapat dirumuskan, namun mengapa Tuhan begitu masih membiarkan kita bersama sejauh ini? Jika kita tak ditakdirkan untuk bersama, sejak awal kita takkan bertahan hingga detik ini. Tuhan, adakah sesuatu yang Kau sembunyikan di balik semua ini?

Percakapan itu berjalan lama, waktu yang tak berhenti, namun jalan pemikiran yang tetap stuck. Diam. Tak ada sedikitpun jawaban yang dapat membuka pikiran. Buta.

Kita sama-sama tak bisa mengekang, tak bisa melarang, namun ketika menghadapi kenyataan masing-masing dari kita harus bersama yang lain… tak rela. Adakah jalan untuk sebuah hubungan dengan rasa tanpa ikatan dengan prinsip yang tak dapat dihancurkan, seperti… ini?

Dan, lagi-lagi waktu yang membawa kita pada sebuah jawaban manis dari percakapan panjang yang telah dilewati berjuta detik.

“Sampai kapanpun, kita tak akan bisa terikat oleh apapun.”

Namun kita dapat bertahan, dengan apa yang telah kita putuskan sebelumnya. Sebuah kejujuran, kepercayaan dan pengertian yang tak terbatas. Cukupkah?
Cukup. Untuk dapat membuat kita bertahan tanpa adanya ikatan. Mungkin bukan kita yang mengikat kita masing –masing, namun biarkan Tuhan yang mengikatnya dengan rencana yang lebih indah. Untuk kita, tentunya.

Saling percaya, bahwa sebuah ‘status’ tak berarti segalanya. Saling percaya, bahwa Tuhan mempertemukan kita bukan untuk alasan yang kosong.

Dan… saling percaya bahwa kita dapat bertahan.

“Sampai kapan? Besok mungkin. Dan kalau kamu nanya lagi dengan pertanyaan yang sama, aku bakal ngejawab dengan jawaban yang sama. Besok. Sampai aku gak punya lagi besok.”

:)

0 comments:

Posting Komentar

 

Amirush Shaffa Fauzia Copyright © 2012 Design by Sandi Hidayat