Selasa, 05 Februari 2019

(Mencoba) Menyembuhkan - Seri 1

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 22.06 0 comments

Hai. Karena emang gue gak mau nama gue diexpose, jadi panggil aja gue Rena. Gue mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta, 21 tahun menuju 22 di tahun 2019 ini. Oh iya, sebelumnya makasih buat temen gue Shaffa yang udah ngasih kesempatan yang sangat berharga buat gue. Cerita yang gak pernah gue ceritain ke orang lain karena gue pikir nyerita ke orang lain yang gak paham hidup gue bakal jadi beban aja. Tapi ketika gue liat ada kesempatan di (mencoba) menyembuhkan ini, gue berharap semoga cerita gue bisa ada manfaatnya buat orang lain. Ceilah bacot banget dah sorry yak! Hahaha. Mulai aja apa? Oke deh.

Pernah gak sih, lo ada di satu keadaan yang rumit banget dan gak tau jalan keluarnya? Itu yang gue alamin. Mungkin banyak di luar sana yang pernah ada di posisi gue, tapi kekuatan setiap orang buat ngadepin masalah itu beda-beda kan? Dan bagi gue, ini adalah ujian terberat selama gue hidup. Karena apa? Karena gue sebelumnya gak pernah jatuh cinta.

Gue males sama semua makhluk laki-laki karena bokap gue. Semenjak nyokap-bokap cerai waktu SMP, gue kehilangan kepercayaan sama semua cowok di dunia ini, termasuk temen sekalipun. Gue gak pernah merasa nyaman kalau harus deket sama cowok, apalagi kalau harus PDKT. Dih, ogah pokoknya. Meskipun banyak temen-temen cewek gue ngenalin temen cowoknya ke gue, tapi gak ada satupun cowok yang bikin gue jatuh cinta.

Kecuali satu orang.

Gue ngeliat dia orangnya sangat mengayomi, gak pernah egois, selalu menempatkan kebutuhan orang lain dibandingkan kepentingan dianya sendiri. Berwibawa, selalu bantu orang siapapun itu, bahkan gue denger dia pernah jauh-jauh nolongin orang yang kecelakaan pake mobilnya buat ngederek. Gila sih. Bagi gue, dia luar biasa. Kalau paras, ya emang bukan tipe cowok-cowok kampus keren gitu. Tapi bagi gue, kebaikannya yang bisa bikin gue luluh.

Dan, gilanya lagi, dia ngasih kode ke gue buat deket sama dia. Mau mati gue! Singkat cerita (karena emang gak mungkin gue ceritain semua di sini), gue jadian sama dia di pertengahan 2015. Hubungan kita bener-bener relationship goals lah kalau kata orang-orang. Tugas-tugas gue juga banyak dia bantuin. Sumpah, gak pernah gue sengebet ini buat dinikahin cowok, cuma dia doang yang bikin gue cinta sampe jungkir balik.

Sampai suatu saat, di Februari 2018, hari di mana dia bilang ke gue kalau dia pengen nemuin orang tua gue. Sumpah, gue kaget. Iya sih dia udah mapan, tapi gue? Kuliah aja beloman lulus coy. Tapi ya dipikir-pikir kalau emang keputusan dia udah mateng, ya udah nunggu apa lagi. Gue setuju, dia ke rumah gue terus nemuin nyokap gue.

Semua berlangsung lancar, nyokap gue juga keliatan banget setuju. Gue paham kalau nyokap gue udah ngasih tanda hijau ke seseorang, karena beliau orangnya picky banget, sama kek gue anaknya. Asli, semu lancar sampai nyokap gue lontarin satu pertanyaan yang bikin gue bisa nulis ini sekarang.

“Kamu nasrani, kan?”

Gue senyam senyum ngeliat raut wajah nyokap. Kayaknya ini bakal jadi pertanyaan terakhir sebelum nyokap gue nyetujuin hubungan ini ke jenjang yang lebih serius.

“Saya Hindu, tante.” Katanya, sambil tetep senyum. Senyum yang bikin hidup gue gila.

Seketika seisi ruang tamu rumah gue hening. Dalam beberapa detik, kami semua ngerasa beku. Terutama gue. Plis, Ren, bisa-bisanya gue pacaran sama dia dua setengah taun tapi gue gak tau agamanya apa? Sumpah, sumpah, gue gak pernah tau. Karena pernah beberapa waktu, dia nganter gue ibadah Minggu ke gereja dan dia pun masuk ke gereja. Dia di samping gue, nemenin gue yang waktu itu lagi sakit.

Nyokap gue gak pake basa-basi, langsung pergi dan masuk ke kamar. Gue? Pengen mati. Gue nangis kejer di depan dia yang keliatan masih bingung. Inget banget gue, dia bilang “Mama?” gue masih nangis, dan gue jawab “Orang tua gue cerai gara-gara beda agama, dan lo masih bisa di sini buat nikahin gue?” di situ gue ngomongnya udah gak aku-kamu lagi kek pas pacaran soalnya gue shock berat. Demi Tuhan, gue cinta mama dan gak bisa ninggalin cowok yang bikin rasa benci gue ke laki-laki ini hilang. Cuma dia, gak ada lagi cowok lain.

Selama beberapa bulan, gue stress. Gue gak tau mesti gimana. Hidup gue bener-bener berantakan. Kuliah juga ogah-ogahan. Biasanya, ketika gue berantakan, dia datang buat ngebenerin hidup gue. Tapi ini enggak, soalnya gue teriak saat itu juga waktu di rumah “PERGI, PENGKHIANAT!” gue out of control saat itu. Soalnya gue ngeliat sorot mata mama yang kecewa sama gue. Secara gak sengaja gue lampiasin ke dia. Mungkin dia sakit hati. Terus dia gak pernah lagi ngehubungin gue. Ceritanya sebenernya masih panjang, tapi gue gak kuat. Ngetik sampe sini aja keyboard laptop gue basah cuy. Sorry.

Gue (mencoba) menyembuhkan diri dengan main musik. Udah lama gue gak nyentuh piano semenjak kuliah. Kuliah gue emang banyaknya berhubungan sama angka, bukan entertainment. Jadi beberapa tahun ini piano di kamar gue berdebu. Tau kan sakitnya ditinggal orang yang bener-bener lo sayang? Bahkan kenapa sakitnya ketika udah menjalani hubungan sampai mau nikah segala? Stress, sumpah. Gue tumpahin semua kekesalan gue sama piano. Gue nangis di atasnya, sambil main nada random gue rekam di HP buat jadi pengingat gue pernah sesakit ini. Emangnya, gue gak berhak bahagia? Kenapa? Kenapa harus gini?

Sampai sekarang mungkin luka gue belum sembuh padahal udah setahun berlalu. Tapi gue bersyukur sama Tuhan, karya dari hasil sakit hati gue (dengan proses panjang dan alot) akhirnya dibeli sama salah satu penyanyi di Indonesia, yang lo sering dengerin di Youtube atau Spotify, Joox, yang kemarin-kemarin sempet jadi trending, itu yang bikin gue hari ini gak mesti minta duit lagi ke nyokap.

Buat lo lo yang pernah atau bahkan sering dengerin lagunya, gue ucapin terima kasih. Dari situ, gue bisa makan, kuliah, dan (mencoba) menyembuhkan sakit hati gue dari cinta beda agama yang kandas. Jalan Tuhan emang gak pernah disangka. Dan gue juga baru sadar buat bersyukur ketika udah nulisin semuanya di sini. Ternyata, nyembuhin diri emang gak perlu nuntut ke orang lain. Dimulai dari diri sendiri.


Jakarta, 5 Februari 2019
Setahun setelah kejadian
Salam dari gue, manusia yang masih (mencoba) menyembuhkan hati.


Makasih udah baca tulisan gue. Sorry kalo berantakan dan gak enak dibaca. Masih belajar!

Minggu, 03 Februari 2019

(Mencoba) Menyembuhkan

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 20.02 0 comments
Halo! Gimana kabarnya? Setelah ratusan purnama gak buka blog karena alasan tersampah yang pernah ada di dunia ini: sibuk kuliah, lalu sibuk berkegiatan, lalu setelah lulus (malah) sibuk kerja. Akhirnya, aku kembali membuka hati untuk menulis di sini. Selama ini, tulisan-tulisanku aku endapkan di notes HP atau di buku catatan harian sapi, bersebelahan dengan jadwal-jadwal harianku. Cukup di sana. Tapi, lama-kelamaan aku sadar kalau hidup itu bukan cuma untuk kita sendiri. Siapa tau—iya, siapa tau ada “sesuatu” yang berguna atau ada sedikit manfaat yang bisa diambil ketika membaca tulisanku. Karena kita gak pernah tau dari mana, oleh siapa, kapan, “sesuatu” itu hadir dan dapat menyadarkan diri. Who knows?

Iya, tulisan kali ini gak akan formal kok. Bakal lebih santai. Juga gak bakal jadi tulisan yang terlalu baku. Pokoknya, bakal lebih rileks. Di tulisan ini, aku bakal coba sharing tentang kehidupan yang tentunya bukan tentang aku atau kamu aja. Tapi tentang siapapun. Karena dunia ini bukan cuma punya aku atau kamu aja, kan? Tentunya, tujuannya untuk berbagi. Dan kalau ada yang sedang mengalami hal terburuk, atau sedang berada di fase terpuruk, biar kamu ngerti; bahwa kamu gak sendiri.

Sendiri itu berat. Apalagi merasa sendiri. Jadi, sini. Ada aku di sini. Ya maksudnya gak cuma aku. Tapi banyak yang sayang sama kamu, gitu.

Bahwa "Aku tidak baik-baik saja" adalah bukti bahwa kamu merasakan pahit sebelum manis. And it's okay not to be okay, dear.

Kenapa judulnya (Mencoba) Menyembuhkan? Karena, tulisan ini nantinya akan menjadi series yang mengangkat kisah-kisah yang mungkin bisa jadi obat untuk kisah lain. Hmm… bingung? iya, gak apa-apa gak ngerti juga. Pelan-pelan aja. Nanti juga paham.

Kenapa mencoba-nya harus pake kurung? Kenapa mesti mencoba untuk menyembuhkan? Kenapa gak pake kata yang lain? Kenapa? Kenapa? Kenapaaaaaaaaaaaaaaa???????????

Mencoba. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, termasuk ke dalam Verba; kata kerja yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Mencoba adalah mengerjakan (berbuat) sesuatu untuk mengetahui keadaan. Mencoba adalah berusaha melakukan (berbuat) sesuatu.
Mencoba adalah kita, di sini, untuk menyembuhkan.

Menyembuhkan. Sama, termasuk ke dalam verba yang artinya menjadikan sembuh; mengobati dan sebagainya supaya sembuh. Kita tahu, Yang Maha Menyembuhkan adalah Yang Maha Kuasa. Tetapi, untuk sampai ke sana, kita mesti memiliki usaha untuk mencapainya.
Dengan apa? Dengan mencoba.

(Mencoba) menyembuhkan apa? Siapa? Untuk apa? Kenapa?

Penjelasan singkat di atas belum mewakili apa yang aku maksud, sebenarnya. Tapi aku yakin suatu saat kamu, iya kamu, siapapun yang baca ini, bakal ngerti seiring waktu. Seiring kamu benar-benar “baca” tentang seri demi seri ini, kamu bakal menemukan apa yang aku maksud. Dan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab, suatu saat nanti akan menemukan rumahnya sendiri meski tanpa dicari. Semoga niat baiknya sampai, ya.

Semua orang punya perspektif atau sudut pandangnya masing-masing dalam menghadapi banyak hal. Semakin kita terbuka, semakin besar pula kemungkinan kita untuk sembuh. Karena terkadang, memendam amarah atau emosi itu lama-lama akan menyakitkan. Dan bukan hanya memutar di pikiran saja, lama-lama akan menjalar pula ke kesehatan fisik. Maka dari itu, mari… lebih baik, dibicarakan. Tidak mau? Tenang, masih bisa dituliskan. Dengan cara apapun, tujuannya tetap sama, semua adalah upaya untuk menyembuhkan.

Jadi, sudah seberapa jauh kamu berjalan untuk (mencoba) menyembuhkan?

Kamis, 22 Maret 2018

Mencintai Bumi dengan Hati dan Aksi

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 22.19 0 comments

Mencintai bumi, sama halnya memberi hati untuk mencintai diri sendiri. Di era globalisasi yang semakin menjamur dengan adanya teknologi informasi serta modernitas yang tinggi, segalanya kini dituntut serba cepat, praktis, dan tak jarang kita melupakan proses akarnya yang berasal dari tanah yang setiap saat kita injak ini. Hari ini, bahkan detik ini, banyak kampanye dan gerakan yang mengedepankan embel-embel ‘cinta lingkungan’ hanya sebagai ajang eksis di media sosial. Namun ketika banjir dan longsor menghadang rumah sendiri, mengapa masih menyalahkan pihak lain? Sebenarnya, siapa yang bertanggung jawab atas bencana alam yang seakan-akan tak henti menghantui bumi pertiwi ini?

Jawaban yang paling sederhana dan menohok adalah; kita. Kita adalah manusia yang bertanggung jawa atas alam yang selama ini kita perlakukan tak seimbang. Mineralnya kita ambil, tapi kita lupa menanamnya kembali, kita terbuai dengan limpahan sumber daya alam dan berbagai sumber mineral yang tersebar di bumi ini. Begitu miris, bukan?   Maka dari itu, kita lah yang menjadi agen utama untuk menjaga bumi dari tangan-tangan penguasa yang ingin memanfaatkan seluruh kekayaan bumi ini. Jawabannya, kita harus bertindak!

Dengan beberapa pengalaman saya sebelumnya, menjadikan diri ini semakin bersemangat untuk mengabdi pada negeri untuk kemaslahatan lingkungan bumi. Saya pernah mengikuti Jambore Kemah Konservasi Alam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat. Saya diberi kempatan untuk menjadi tim jurnalis di samping menjadi peserta yang mengikuti seluruh rangkaian kegiatan selama tiga hari camping di gunung. Acara ini dilaksanakan dalam rangka memperingati hari Konservasi Alam Nasional yang diselenggarakan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLKKHL). Dalam memperingati Hari Konservasi Nasional yang telah ditapkan pada tanggal 10 Agustus menjadi Hari Konservasi Nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009.

Foto: Penanaman pertama oleh Direktur PJLKKHL 
(Dokumentasi pribadi)
Selain diberikan informasi mengenai konservasi, peserta pun di ajak untuk menulis surat untuk alam. Di surat ini para peserta harus menulis apa hobi mereka dan apa hubungan dari hobi itu dengan alam. Dan ternyata semua hal yang kita lakukan ada hubungannya dengan alam, tidak ada satpun kegiatan kita yang luput dari alam. Sangat luar biasa, bukan? Peserta juga dikagetkan dengan kedatangan Jovita Dwijayanti, pemain film Danum Baputi yang juga merupakan Runner Up Miss Indonesia 2013 yang juga seorang aktivis lingkungan. Jovita menjelaskan bahwa "Alam selalu take care of us, but we don't take care of them, tapi yang harusnya menjadikan kita malu, mereka itu selalu ada. Jadi orang-orang yang belum sadar lingkungan itu take it for granted, so we have to wake them up. Kalau kita tidak menjaga mereka akan punah, kita bakal tidak punya apa-apa dan kita juga akan punah.

             Pada hari kedua di hari tracking, setelah menempuh pendakian kurang lebih 4 jam, akhirnya kami sampai di Kawah Ratu. Bau khas belerang menyengat memenuhi penciuman kami. Pemandangannya pun begitu indah, asap putih mengepul ke udara di sela-sela pepohonan hutan yang hijau. Kawah Ratu terlihat bersih dan terawat rapi, pengunjung yang datang pun tidak membuang sampah sembarangan. Mereka memiliki kantung plastik masing-masing untuk tempat sampah sementara hingga nanti pulang kembali ke bumi perkemahan. Namun seluruh pengunjung dilarang turun ke bawah mendekati Kawah Ratu karena belerangnya mengandung racun yang dapat menyebabkan kematian secara langsung.

Foto: Tim Jurnalis, saya, dan Momo Suparmo (tim jaga di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak) Dokumen pribadi.
Ditemui di kawasan Kawah Ratu, Momo Suparmo yakni salah seorang tim yang berjaga di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak menjelaskan ekosistem Kawah Ratu mencakup berbagai flora dan fauna yang beragam dan tidak dimiliki di tempat lain, diantaranya berbagai jenis anggrek, Rasamala (Altingia excelsa), Puspa (Schima wallichii), Begonia, Palahar (Dipterocarpus hasseltii). Fauna Macan tutul Jawa (Panthera pardus), Owa Jawa (Hylobates moloch), Elang Jawa (Spizaetus bartelsii), Surili, Lutung gunung, dll. Beliau pun menambahkan “Semoga acara konservasi seperti ini sering dilakukan, dengan begitu masyarakat akan tahu peran penting hutan untuk hidup kita. Penebangan pohon itu kayunya hanya dimanfaatkan 8%, bayangkan 92 persen hilang begitu saja. Kita harus menyadarkan bahwa di hutan tidak hanya terdapat kayu saja, tetapi air dan oksigen pun yang membuat kita dapat hidup makmur hingga saat ini. Saya harap masyarakat bisa mengerti bahwa hutan yang paling luas di Asia Tenggara ini sudah mulai terancam keberadaannya.”

Dalam acara ini pun turut membebaskan Elang Jawa (Spizaetus bartelsii) ke alam bebas setelah diberi perawatan oleh dokter hewan dan tim ahli. Sungguh, dapat melihat langsung elang yang gagah terbang dengan bebas di udara dan melihat kembali ke habitatnya, adalah salah satu hal yang paling menakjubkan di hidup saya.

Foto: Penanaman “Satu orang satu Mangrove” di Desa Blanakan, Subang. (Dokumen Pribadi)
Selain di Gunung Salak, saya pun pernah menjadi panitia acara Mangrovestasi regional Jawa Barat, tepatnya di Blanakan, Subang. Mangrovestasi adalah acara yang bertujuan untuk ‘menghidupkan’ kembali Mangrove, yang biasa kita kenal dengan tanaman Bakau yang banyak manfaatnya namun sekarang tidak banyak diperdulikan. Di sana saya dan panitia lainnya banyak mendapatkan pengalaman, terutama ketika terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk mengadakan workshop tentang tanaman bakau itu sendiri. Tidak sedikit dari mereka pun baru mengetahui manfaat mangrove, padahal selama ini mereka tinggal di daerah yang notabene tanah dan rawanya banyak ditumbuhi mangrove. Serta pengalaman yang tak terlupakan ketika saya terjun langsung bersama masyarakat dan siswa-siswi untuk menanam mangrove secara serentak di rawa di daerah Blanakan tersebut.

Proses pembuatan Plang Cinta Lingkungan di Lombok (Dokumen Pribadi)


Tanggal 2-12 Februari 2018, saya juga mendapatkan kesempatan luar biasa untuk dapat mengabdi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sepekan di Kecamatan Labuhan Pandan, Lombok Timur, menjadi pengalaman berharga yang tidak dapat terlupakan. Selain bergiat di bidang pendidikan seperti mendirikan taman baca untuk anak-anak serta mengajar siswa di beberaoa sekolah pelosok, saya dan kawan-kawan di sana bergiat di bidang lingkungan dengan program plang kebersihan lingkungan serta penanaman mangrove di Pulau Gili Kapal.
Plang Cinta Lingkungan sedang dalam perjalanan menuju
penanaman Mangrove di Gili, Lombok Timur. (Dokumen Pribadi)


      Di sana, kami banyak belajar bahwa alam kita benar-benar butuh kasih sayang. Kita harus peduli sekecil apapun dengan bumi yang menjadi tempat bernaung kita. Meski terkadang banyak pihak yang ingin untung sendiri, namun hal tersebut tidak boleh menjadikan semangat kita surut untuk tetap peduli terhadap lingkungan. Apapun yang terjadi, kita lah yang tetap menjadi garda terdepan untuk bumi yang lestari.


Dari beberapa kegiatan ini, banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat kita petik. Kerja sama dan kekompakan serta tidak mementingkan egoisme diri sendiri menjadi hal terpenting dalam setiap langkah kita. Serta menjaga dan tidak merusak ekosistem alam untuk kehidupan sesama makhluk ciptaan-Nya. Karena semua orang dapat melakukan konservasi, dimulai dari hal-hal kecil yang dapat kita lakukan oleh diri sendiri untuk kehidupan kita yang lebih baik. Salam lestari!




Sabtu, 30 September 2017

Kereta Api, Moda Transportasi Penyemai Mimpi Harapan Sepanjang Jaman

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 18.44 0 comments
       “Indonesia, negeri yang kaya akan budaya, bahasa, suku bangsa, dan sumber daya alamnya.”

  Ketika mendengar pernyataan tersebut, rasanya masih ada satu hal yang kurang untuk melengkapi kekayaan Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negeri yang begitu mewah dengan berjuta kekayaannya, rasanya tidak akan lengkap jika Indonesia tidak memiliki sarana untuk mengakomodir itu semua. Ya, transportasi! Indonesia begitu kaya dengan alat transportasinya. Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia memiliki transportasi dengan berbagai macam dan ragamnya. Salah satunya, kereta api.

       Tidak ada yang tidak kenal dengan transportasi yang dicintai di seluruh penjuru negeri ini. Kereta api mengambil peran yang cukup besar dalam sejarah perjalanan transportasi di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan animo mudik hari raya yang cukup tinggi, maka kereta api menjadi solusi konkret yang hadir untuk mengatasi kemacetan akibat melonjaknya jumlah pemudik dari tahun ke tahun.

       Menilik sejarahnya, kereta api pertama di Indonesia beroperasi pada 1867 untuk jalur Semarang-Tanggung. Semula, kereta dimaksudkan untuk mengangkut hasil bumi untuk memperkaya kas Kerajaan Belanda. Dalam perkembangannya, kereta api kemudian menjadi moda angkut penting untuk pribumi.

       Sebagai pulau yang paling terjajah di era kolonial, Jawa memiliki jalur transportasi paling lengkap dibanding pulau lain di Indonesia. Sebelum tahun 1945, kota-kota di Jawa sudah terhubung jalur rel kereta api. Kereta di Jawa pernah dikelola perusahaan-perusahaan seperti Staatspoors, Nederlandsch Indische Spoorwegs Maatschappij dan lainnya. Kereta itu tak hanya untuk angkut hasil bumi. Tapi juga angkut orang-orang pribumi yang lebih doyan naik kereta ketimbang orang Belanda sendiri.

       Kereta api, sebelum ada bis di Jawa adalah transportasi rakyat yang sangat penting. Orang-orang pribumi lebih suka bepergian dengan kereta api, ketimbang orang-orang Eropa yang lebih suka tinggal di rumah, menurut Rudolf Mrazek, penulis Engineer of Happyland (2006). Jika menonton film Moeder Dao, stasiun kereta api lebih banyak dipadati orang-orang pribumi.

     Di zaman modern sekarang, kereta api masih favorit pemudik. Selain cepat, harganya juga terjangkau. Pada musim mudik 2016, Kementerian Perhubungan memperkirakan mengalami kenaikan jumlah penumpang sebanyak 4,63 persen menjadi 4.113.867 penumpang. (Tirto.id)

       Kereta api memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia, terutama saya. Pengalaman saya pribadi bepergian jauh dari Bandung ke Yogyakarta ketika saya masih berumur dua tahun adalah dengan menaiki kereta api. Saat itu, saya bersama orang tua mudik ke kampung halaman dan mereka mengatakan bahwa saya sangat excited ketika pertama kali melihat kereta api. Tentu saja saya tidak ingat kejadian pada saat itu. Namun orang tua saya sangat ingat bahwa ketika itu saya tertawa riang dan melompat-lompat kegirangan ketika melihat pemandangan yang terhampar luas dari samping jendela kaca gerbong kereta api Lodaya.

       Di luar pengalaman manis itu, saya pernah pula merasakan sepuluh jam perjalanan dari Jogja ke Bandung dengan lesehan di tengah gerbong beralaskan koran bersama ibu, ayah, dan adik saya. Saat itu, saya menaiki kelas bisnis namun entah kenapa yang terjadi adalah ketidakteraturan dalam kereta bersama penumpang lainnya, kira-kira pada tahun 2005. Sesak, asap rokok dari para perokok yang tidak mengindahkan tanda dilarang merokok, dan panasnya hawa di dalam gerbong karena harus berebut oksigen dengan penumpang yang mungkin melebihi kapasitas. Saya masih kecil saat itu, namun pengalaman itu tidak terlupakan. Sejak saat itu, karena pengalaman yang tak biasa itu, saya menjadi pengamat setia perkembangan kereta api.

       Meski pernah mendapatkan pengalaman kurang menyenangkan, namun saya tetap setia menjadi penumpang ular besi ini. Selama 21 tahun saya bernapas, saya tidak pernah melewati satu tahun pun tanpa menaiki kereta api. Tujuannya, bermacam-macam. Dari barat hingga timur pulau Jawa. Luar biasanya, pengalaman nyata saya, perubahan mulai dirasakan begitu kentara saat tahun 2011 hingga sekarang. Pelayanan pun meningkat, fasilitas dan berita-berita kematian akibat kecelakaan kereta api mulai menyurut.

    Menjelang masa-masa kuliah, saya pun menjadi penumpang setia kereta api lokal Bandung-Cicalengka maupun Bandung-Purwakarta untuk melakukan berbagai penelitian kampus. Saya merasakan perubahan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dalam kereta api ini. Perubahan yang positif dimulai dari urusan fasilitas, seperti kursi, dulu untuk kelas ekonomi kebanyakan berdesakan dan berdiri. Namun kini untuk kelas ekonomi pun, penumpang sudah dibuat nyaman dan merasa aman karena tidak perlu berdesakan yang menimbulkan tingginya angka kejahatan. Yang membuat saya nyaman pula adalah kebersihan di dalam kereta api. Dengan berkala, petugas membersihkan gerbong kereta api dengan apik dan bersih, bahkan sangat bersih. Namun satu hal yang masih mengganjal adalah kebersihan WC dan aromanya yang seringkali menyengat saat pertama kali masuk melewati pintu ujung kereta, dan seringkali mengganggu perjalanan apabila berada di kursi yang kebetulan dekat dengan WC. Semoga hal ini dapat menjadi catatan untuk ke depannya, karena cukup menganggu kenyamanan penumpang dalam perjalanan.

Beberapa waktu silam, saya pernah dipercaya untuk menjadi salah satu orang yang terpilih dalam program pertukaran mahasiswa ke Indonesia bagian timur. Selain untuk misi kebudayaan, tentunya saya pun ingin mendengar pendapat tentang harapan teman-teman baru saya yang tinggal di sana. Ternyata, jawaban-jawabannya cukup mengejutkan dan di luar dugaan saya, “Saya ingin mencoba naik kereta api.” tentunya, jawaban tersebut sangat membuat saya terkejut. Betapa mereka mengingingkan melihat dan menaiki kereta api secara langsung, yang ternyata baru saya sadari bahwa kereta api memang baru beroperasi di pulau Jawa dan Sumatra. Mereka sangat berharap untuk merasakan nikmatnya duduk di kursi transportasi ini. Bahkan ketika mereka berkeinginan merantau ke pulau Jawa, salah satu alasannya adalah untuk merasakan bagaimana rasanya euforia menaiki kereta api.

       Langkah konkret untuk hal ini, pemerintah telah memulai pembangunan jalur kereta api Trans Sulawesi melalui pengembangan jalur kereta api baru sepanjang 1.772 km di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Utara. Pembangungan di pulau Kalimantan dan Papuan pun dalam tahap perencanaan. Semoga pembangunan berjalan lancar dan cepat agar masyarakat dapat menggunakan moda transportasi menyenangkan ini.

     Apabila kereta api telah ada di seluruh penjuru Indonesia, sepertinya masalah kemacetan yang kini semakin rumit akan terurai. Masyarakat tentunya akan lebih memilih kereta api untuk waktu yang lebih cepat dan efisien, serta ongkos yang terjangkau.

       Tidak hanya mengurai masalah efisiensi waktu untuk bekerja dan bersekolah bagi siswa, namun kereta api pun akan memudahkan distribusi barang, terutama barang dagang bagi daerah dengan arus perdagangan sibuk. Maka kereta api dapat menjadi solusinya di masa depan.

       Tahun berganti, kecanggihan tak terhindari, dan tentunya Indonesia diharapkan menjadi negeri yang semakin maju dan berprestasi dari berbagai sisi. Kemajuan sebuah bangsa, salah satunya ditandai dengan ratanya pembangunan di seluruh penjuru daerah. Dan harapan di masa yang akan datang yakni tersedianya kereta api dari Sabang sampai Merauke. Di berbagai pulau, besar maupun kecil, diharapkan kereta api dapat menjadi transportasi yang hadir dan menjangkau ke seluruh negeri.

Sabtu, 12 November 2016

Jawaban atas Pertanyaan

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 12.03 0 comments
“Ngapain harus pergi jauh-jauh?”
“Kenapa harus pergi repot-repot ke sana ketika di sini udah serba lengkap?”
“Mau cari apa?”
“Kenapa pertukaran mahasiswa gak ke luar negeri?”
“Kenapa mau-maunya kuliah di sana?”
“Kenapa?”
“Kenapa?”
“Kenapa?”
“Kenapa?”

Dan sejuta pertanyaan kenapa, mengapa, ngapain, buat apa, dan sejenisnya yang memenuhi percakapan, barisan chatting, atau pikiran saya semenjak saya pergi ke tempat ini. Sebenarnya, saya sudah menjawab satu-satu pertanyaan yang beruntun dan keingintahuan yang cukup besar dari kerabat, keluarga, teman-teman, dan semua orang yang saya kenal. Tapi rasa penasaran mereka sepertinya belum terpuaskan. Mereka selalu bertanya-tanya kenapa saya harus berada di sini, hari ini.

Akhirnya, setelah dua bulan lebih sembilan hari saya menapakkan kaki saya di sini, saya memutuskan untuk menulis (kembali) setelah sempat beberapa waktu vakum untuk blogging. Karena permintaan khusus juga dari beberapa pihak yang menginginkan saya untuk intens kembali, jadi, ya, baiklah. Untuk urusan menulis, saya pribadi terkadang sulit menolak hehehehe. Right, here you go.

Berawal di bulan Mei 2016, saya sedang santai di rumah waktu itu tiba-tiba sahabat saya menghubungi saya dan share informasi beasiswa. Awalnya saya hanya scroll saja, tapi tetiba mata saya tertuju pada satu nama beasiswa yang penyelenggaranya adalah Dikti. Namanya Permata. Permata adalah singakatan dari Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara. Saya mencoba untuk mencari info tentang Permata ini dari mulai googling sampai menghubungi langsung pejabat fakultas hingga universitas untuk menuntaskan rasa penasaran saya yang tinggi ini, karena memang saya tidak pernah mendengar beasiswa ini sebelumnya. Dan, ketika itu saya hanya disuruh mengumpulkan berkas-berkas yang dibutuhkan (administrasi untuk apply beasiswa seperti biasanya) lalu menunggu panggilan, katanya.

Cukup lama proses itu berjalan. Dari mulai pengumpulan berkas hingga tes dan wawancara yang jauh mundur dari jadwal yang ditetapkan Dikti di juklak juknis yang dapat diunduh di webnya, hingga dipanggilnya kembali saya oleh pihak universitas. Saya pun tidak terlalu berharap untuk mendapatkan beasiswa ini karena awalnya memang sama sekali tidak ada kejelasan dari berbagai pihak. Sampai pada akhirnya, pada bulan Agustus, saya dipanggil oleh pihak University Center UPI dan Pak Fachru mengatakan kepada saya bahwa saya akan pergi ke UNP, Universitas Negeri Padang. Kepergian saya ke Padang pun karena rekomendasi dari Ketua Departemen.

Saya pun langsung memberitahukan kepada orang tua bahwa saya (kemungkinan besar) memang akan berangkat ke Padang. Yang saya pikirkan saat itu adalah saya akan betah di sana karena ada masakan yang serba pedas dan rendang (Ini serius) haha. Dan selanjutnya, selama tenggat waktu hingga keberangkatan, orang-orang tahunya bahwa saya akan pergi ke Padang. Dadah. *Backsound tari piring*

September 2016, pada saat saya sedang menjadi panitia Masa Orientasi tingkat Universitas, saya tiba-tiba dipanggil kembali oleh Pak Fachru untuk menghadap di kantor UC. Dan ketika masuk kantor beliau,

“Shaffa, kamu jadinya ke Makassar, ya.”
...................
...................
...................

“HAAAAAAAH? MAKASSAAAAAAAAAARRRRRR?????!!!!!!!!!!”

Senin, 18 Juli 2016

“Kehilangan, Takkan Pernah Menjadi Sederhana”

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 15.08 0 comments
     Udara terasa lebih dingin dari biasanya ketika saya memutuskan segalanya kala itu. Saya yang memutuskan untuk mengakhiri segalanya ketika semuanya (terbilang) baik-baik saja. Tak ada yang salah, tak ada kesalahan, tak ada pula yang menyalahkan. Namun saya yang memutuskan.
             Entah mengapa, namun saya merasa bahwa ini adalah satu-satunya jalan keluar yang harus diambil ketika ada keharusan yang memantik diri saya untuk menghentikan proses ini. Proses mencintai dengan segala kerumitan di dalamnya. Proses (saling) memahami agar tak sepaham hanya dari satu pihak. Proses (saling) menjaga agar satu sama lainnya tak terluka. Proses (saling) mengerti agar semuanya terkendali. Proses... yang begitu banyak. Intinya, proses untuk (saling) mencintai yang tidak hanya untuk satu atau dua hari, namun diperuntukkan beribu bahkan berjuta hari.
              Namun sejak awal, saya sudah menolak kehadiran cinta yang datang secara tidak diduga dan memaksa saya untuk tetap berada di zona pink ini. Zona yang rawan akan kebahagiaan yang bersamaan dengan luka. Saya enggan mengikuti alurnya. Namun dengan seiringnya waktu, melunaknya hati saya menjadi satu-satunya alasan untuk menerimanya di kehidupan cinta saya yang ia belum tahu, bahkan hal terkecil pun bisa menjadi luka jika ia tetap ingin bertahan.
His last bucket for me.
              Dan, hal itu terjadi lagi kepada saya. Saya meninggalkannya. Meninggalkan lelaki yang siap meluangkan waktunya untuk saya, mengerahkan segala kemampuannya, terjaga di malam ketika saya tidak bisa terlelap, membatalkan reuni dan buka puasa bersama sahabat-sahabatnya demi saya—yang katanya lebih dahulu dijanjikan olehnya, menyimpan makanan atau minuman di pagar rumah ketika saya merasa lapar dan enggan untuk keluar rumah, yang mendengarkan ocehan saya ketika masa kritis saya datang di manapun, yang membidangkan dadanya untuk disandari ketika saya mengantuk di suatu pertokoan di mall besar, yang begitu peduli dengan anti gores handphone saya meski saya pun tak pernah memikirkannya lalu ia menyulap handphone saya menjadi seperti baru kembali, yang berusaha menguatkan ketika saya hampir tak memiliki daya bersemangat kembali, yang merayakan ulang tahun saya dengan segala yang saya sukai tanpa cela, yang selalu diam jika cemburu melihat saya jalan dengan lelaki lain, yang selalu mencoba mengobati ‘kerungsingan’ saya dengan berbagai macam caranya yang selalu berhasil membawa tawa saya kembali hadir, yang berusaha penuh untuk menggosok baju saya yang celemotan terkena cat putih di pom bensin, yang mengabulkan kamera favorit saya untuk mengabulkan selfie bersama, yang selalu menjaga saya dan memastikan bahwa saya tidak terluka, meski saya yang kerap kali mengacuhkannya. Jika saya harus menuliskan semuanya, tidak cukup selembar saja, dan tak perlu kau tanya lagi bahwa semua itu membawa bahagia. Namun yang terakhir ia lakukan sebelum bertolak ke tempat pengabdiannya, ia diam-diam menyimpan bucket bunga mawar merah di pagar rumah saya. Dan itu membuat saya menghela nafas berkali-kali, mengapa masih repot-repot mencoba untuk membahagiakan saya meski ia tahu saya tak lagi membalas pesannya?
          Ya, dan saya meninggalkannya. Dengan sadar? Tentu. Saya sadar sepenuhnya bahwa saya meninggalkannya dan memutuskan untuk mengakhiri segala sesuatunya, meski dirinya tetap berkutat pada pendiriannya yang akan tetap menunggu saya hingga kapanpun. Saya tidak tahu apakah ia benar-benar dengan perkatannya, ataukah hanya main-main belaka karena arus semangat anak muda yang masih membara, saya tidak tahu. Yang saya tahu, menjadi lelaki seperti dirinya tidaklah mudah. Menghadapi saya dengan kondisi yang tak menentu dengan kadar kesabaran yang dibutuhkan seorang profesional. Saya sangat menyadari itu. Entah mengapa, terkadang saya hanya ingin menguji seseorang dengan perlakuan saya yang terkadang kekanak-kanakan, manja, tidak ingin diatur, dan hal lainnya yang membuat ilfeel terhadap saya. Hal itu cukup berhasil saya terapkan kepada mereka, para lelaki yang mendekati saya. Setelahnya, ada yang bertahan dan ada juga yang meninggalkan. Namun, setelah semua yang saya lakukan itu membuat saya  bingung dengan keinginan saya sendiri, ia memilih untuk bertahan. Ia bertahan di atas pertengkaran dan perdebatan cukup rutin yang terkadang berujung pada keberpihakan terhadap diri saya. Dan dengan nyata, ia melakukannya untuk tetap bertahan menghadapi saya.
            Ia selalu berkata, bahwa saya adalah kebahagiannya. Saya adalah alasannya untuk banyak perubahan yang menyenangkan dalam dirinya, dan saya adalah alasan-alasannya yang terkadang tidak dapat diterima oleh akal. Saya terkadang hanya tertawa mendengarnya, namun saya tahu, itu cinta. Hubungan kami tanpa ikatan, namun bahagia yang mengalir dalam darah kami bukanlah kepalsuan semata. Orang-orang, atau teman-teman saya menyebutnya goal relationship, atau ketika ia melakukan hal yang sweet kepada saya yang biasa dilakukan oleh seorang yang berpasangan, kami menyebutnya itu adalah hal yang “Laaah, itu sih sering kamu bilang atau lakuin atau kita kerjain bareng kali”, dan kami kerapkali hanya tertawa. Dan ketika saya bertanya pada dia “Kamu sayang sama aku? Kenapa?” ia pun menjawabnya dengan sungguh. Namun ketika ia bertanya hal yang serupa kepada saya, saya tidak pernah menjawabnya. Jawabannya adalah saya yang pura-pura tidak mengerti, atau mengalihkan pada hal-hal yang membuat kami berdua tertawa, lalu hanya ada bahagia setelahnya meski tetap tanpa jawaban apa-apa dari saya. Saya membiarkan cinta hadir selama ini, namun saya juga kini tak lupa untuk menguncinya kembali. Saya rasa sudah cukup, saya tidak mau membuka luka semakin menganga yang setiap harinya seperti ditetesi cuka: pedih, namun tak ingin segera berakhir. Maka meski kembali menuai luka, saya dengan tegas menutupnya. Agar tak ada lagi luka yang lebih perih di kemudian hari.
         “Saya gak menutup diri, saya sadar diri. Iya, dunia itu memang luas tapi kamu cuma satu. Saya harus keliling dunia cari seseorang yang kayak kamu? Sudah saya bilang,

Selasa, 16 Juni 2015

Beasiswa Dataprint 2015 Kembali Dibuka, Yuk Daftarkan Dirimu Segera!

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 22.16 0 comments


Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun kelima. Setelah sukses mengadakan program beasiswa di tahun 2011 hingga 2014, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.  Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.
Di tahun 2015 sebanyak 500 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.
Beasiswa yang dibagikan diharapkan dapat meringankan biaya pendidikan sekaligus mendorong penerima beasiswa untuk lebih berprestasi. Jadi, segera daftarkan diri kamu, klik kolom PENDAFTARAN pada web ini!

Like dan follow DataPrint di page DataPrint Indonesia dan @dataprintindo .
Pendaftaran periode 1 : 10 Februari – 30 Juni 2015
Pengumuman                : 10 Juli 2015

Pendaftaran periode 2   : 1 Juli – 25 Desember 2015
Pengumuman                : 13 Januari 2016

PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000
@ Rp 500.000
@ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
150 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
150 orang

Persyaratan Umum:
1.  Pelajar/mahasiswa aktif dari tingkat SMP hingga perguruan tinggi untuk jenjang D3/S1
2.  Terlibat aktif di kegiatan atau organisasi sekolah/perguruan tinggi
3.  Tidak terlibat narkoba atau pernah melakukan tindak kriminal
4.  Tidak sedang menerima beasiswa dari perusahaan lain. Jika saat ini peserta masih menerima beasiswa dari kampus, peserta berhak mengikuti pendaftaran beasiswa dari DataPrint.
5. Penerima beasiswa di periode 2 tahun 2014 tidak dapat menjadi penerima beasiswa di periode 1 tahun 2015.

Peraturan Lomba :
1.  Mengisi formulir registrasi di kolom Pendaftaran
2.  Satu nomor kupon yang terdapat di dalam produk DataPrint, hanya berlaku untuk satu kali registrasi
3.  Pendaftaran tidak dipungut biaya
4.  Isilah formulir dengan sebenar-benarnya.
5. Kolom NAMA, diisi dengan nama lengkap
6. Kolom KODE KUPON, diisi dengan kode yang tertera pada bagian belakang kupon yang ada di dalam produk DataPrint. Khusus untuk pendaftaran di periode 1 tahun 2015 masih dapat menggunakan kode kupon yang berlaku di tahun 2014.
7. Kolom EMAIL, diisi dengan email aktif yang masih berlaku
8. Kolom NO TELPON, diisi dengan no HP atau no telpon rumah yang masih aktif dan bisa dihubungi
9. Kolom JENJANG PENDIDIKAN, diisi dengan jenjang pendidikan yang sedang ditempuh saat ini.
Contoh: SMA, D3, S1
10. Kolom NAMA PERGURUAN TINGGI/SEKOLAH, diisi dengan nama sekolah/perguruan tinggi tempat kamu menuntut ilmu.
11. Kolom PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH, diisi dengan prestasi dari kompetisi yang pernah diikuti.
Sertakan keterangan waktu dan peringkat dalam kompetisi yang kamu ikuti tersebut.
Contoh: Juara Olimpiade Fisika tingkat Nasional pada tahun 2012 atau pada saat SMA
12. kolom KEGIATAN YANG PERNAH/SEDANG DIIKUTI, diisi dengan penjabaran partisipasi pendaftar beasiswa DataPrint pada kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah/kampus.
Aktivitas berupa kuliah atau belajar di sekolah, tidak termasuk prestasi.
13. Kolom LAMA MENGGUNAKAN DATAPRINT, diisi dengan waktu penggunaan produk DataPrint.
Isi kolom ini dengan sebenar-benarnya karena kolom ini TIDAK MEMPENGARUHI penilaian.
14. Kolom MENGETAHUI INFORMASI BEASISWA, diisi dengan narasumber awal yang memberitahu mengenai program beasiwa pendidikan DataPrint
15. Kolom NILAI RAPORT (BAGI PELAJAR dan MAHASISWA BARU), diisi dengan total nilai secara keseluruhan beserta jumlah mata pelajaran pada semester terakhir. Ingat, kolom ini hanya diisi oleh pelajar atau mahasiswa baru yang belum mempunyai IP.
Contoh: 98 dari 7 mata pelajaran
16. Kolom IPK TERAKHIR (BAGI MAHASIWA), diisi dengan nilai IPK atau jika belum memiliki IPK boleh diisi dengan nilai IP semester terakhir. Tuliskan juga semester yang sedang ditempuh. Ingat, kolom ini hanya diisi oleh mahasiswa, bukan pelajar.
17. Kolom URL BLOG/FORUM/SOSIAL MEDIA, diisi dengan copy URL blog/thread yang kamu buat pada forum/status di media sosial kamu yang memuat informasi mengenai beasiswa DataPrint bukan essay. Mengisi kolom ini tidak bersifat wajib. Pengisian pada kolom ini akan menambah poin pada penilaian.
18. Kolom ESSAY, diisi dengan karya tulis/essay berisi hasil pemikiran kamu sendiri sesuai dengan tema yang telah ditentukan. Panjang penulisan minimal 100 kata, maksimal 500 kata. Tema akan berubah setiap periode.
Dilarang mengcopy paste tulisan orang lain. Jika bermaksud untuk menyadur atau mengutip tulisan orang lain, tuliskan juga sumbernya. Tema essay, lihat di tab ESSAY.
19.  Beasiswa akan dibagi menjadi 2 periode.
20.  Jika gagal di periode pertama, peserta BOLEH mendaftarkan diri di periode selanjutnya.
21.  Penerima beasiswa yang telah mendapat dana beasiswa di satu periode TIDAK DAPAT menjadi penerima beasiswa di periode selanjutnya.
23.  Penerima beasiswa akan diseleksi (bukan diundi) oleh tim dari DataPrint.
24.  Panitia tidak menghubungi penerima beasiswa. Nama penerima beasiswa  dapat dilihat di website ini, website DataPrint www.dataprint.co.id atau di www.facebook.com/dataprintindonesia. Simpan fotokopi raport terakhir atau IPK terakhir dan kupon sebagai bukti sah verifikasi jika Anda terseleksi sebagai penerima dana beasiswa.
25.  Dana beasiswa akan diberikan sekaligus dan secara langsung kepada penerima di periode tersebut.
26.  Dana beasiswa akan dikirimkan dalam jangka waktu paling lambat satu bulan setelah pengumuman dan atau setelah selesainya pemberkasan dari para penerima beasiswa. Beasiswa diberikan satu kali, bukan setiap bulan.
27.  Beasiswa akan ditransfer melalui bank BCA. Bagi penerima beasiswa yang menggunakan rekening bank lain, biaya transfer sebesar Rp 6.500 ditanggung penerima (beasiswa akan dipotong Rp 6.500).

28.  Penerima beasiswa akan diumumkan di website DataPrintwww.dataprint.co.id ,  page Facebook DataPrint www.facebok.com/dataprintindonesia dan www.beasiswadataprint.com

Jadi, tunggu apalagi? Yuk daftarkan dirimu segera dan jadilah penerima beasiswa dari Dataprint! :D

Sabtu, 14 September 2013

Aku... Gagal Melupakanmu (II-End)

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 13.37 0 comments

And when you’re needing your space to do some navigating
I’ll be here patiently waiting to see what you find
Cause even the stars they burn, some even fall to the earth
We’ve got a lot to learn
God knows we’re worth it
No, I won’t give up

                Nyatanya, tak ada seorang pun yang mampu menggantikan seseorang sepertimu. Tak ada yang mampu mengerti dan memahami seutuhnya diriku. Tak ada yang dapat meraba sudut hatiku yang tak pernah terjamah sebelumnya. Tak ada yang mampu memberikan senyuman tulus dan tangannya untuk kembali merangkul ketika aku terjatuh. Tak ada yang sanggup memberikan rasa nyaman seperti ketika kau memandang jauh mataku. Tak ada yang rela dirinya terluka hanya untuk melihatku kembali tersenyum. Hanya kau. Hanya kau yang berhasil membuatku yakin bahwa segalanya terjadi dengan izin Tuhan. Dan kau yang berhasil membuatku menunggu—sekian lama—hingga saat ini. Kau... berbeda. Sungguh.

                Tak ada yang mampu mengisi kekosongan ini sejak kepergianmu. Tak ada yang sepertimu. Kau yang membuatku lebih mencintai Tuhan, kau yang dengan sabarnya membimbing setiap langkahku, kau yang membuatku menyadari bahwa “Hati hanya ada satu. Tak dapat terbagi, tak dapat dibagi.” Dan kau yang dapat membuatku membuktikannya sekarang.

I don’t want to be someone who walks away so easily
I’m here to stay and make the difference that I can make
Our differences they do a lot to teach us how to use the tools and gifts
We got a lot at stake
And in the end you’re still my friend at least we didn’t tend
For us to work we didn’t break, we didn’t burn
We had to learn, how to bend without the word caving in
I had to learn what I got, and what I’m not and who I am

Semenjak perpisahan itu—semenjak hati ini hening karenamu, tak ada lagi yang ku jadikan penggantimu. Tak pernah lagi ku rasakan bagaimana ‘jatuh cinta’ ketika seseorang berjanji di hadapanku menyatakan perasaannya. Karena kenyataannya, hanya kau yang mampu mengambil alih seluruh perhatianku hingga luruh tak bersisa.

God knows I’m tough, he knows
God knows we’re worth it
I’m giving you all my love
I’m still looking up


Dan kini, kau yang membuatku kembali merasakan seluruh hatiku tertarik seperti sedia kala, ketika kau berlari memberikanku sepucuk surat dan kotak merah saat pertemuan awal kita dulu. Rambut pirangmu berkelebatan diterpa angin dan tubuh jangkungmu berlari dengan semangat melewati tanah lapang di belakang sekolah. Mataku ditutup kedua tangan yang dingin dan dituntun menuju satu ruangan entah dimana. Tak lama kemudian mataku terbuka dan seluruh tubuhku membeku menyadari perjuanganmu. “Happy Birthday Shaffaaaaa!!” suara yang sangat ku hafal kehadirannya, suara milikmu.

Terimakasih untuk segalanya yang telah kau berikan, hanya kau yang dapat membuatku merasakan perih dan bahagia secara bersamaan ketika segalanya telah berubah. Waktu ternyata tak dapat membuatku lupa dan pergi dari apapun yang pernah terjadi. Kau gagal membuatku untuk dapat membuka hati pada siapapun setelah kepergianmu. Aku sama sekali tak bisa membuka hatiku barang secelah duri pun. Tidak. Namun kau yang mengajarkanku pengorbanan dan arti setia seutuhnya.  Sekali lagi, maaf... aku gagal melupakanmu.


Sambil mendengarkan Jason Mraz – I won’t give up

Kamis, 20 Juni 2013

Aku... Gagal Melupakanmu (I)

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 14.21 0 comments
       Tetes air langit ku pandangi jauh dari balik jendela kamarku. Baru saja ku menjadi bagian dari hilangnya mentari senja hari ini. Semburat sinar mulai sirna sedikit demi sedikit mengambil diri dan kembali pada keharusannya. Ku pandangi satu per satu wujud mereka yang pasrah jatuh ke bumi dengan indahnya. ‘Mereka menyejukkan...’ bisikku dalam hening.

      Suara gemercik air tak henti menari di indera pendengaranku. Mereka seperti memberi energi lebih dari biasanya untukku kembali merangkul lembaran demi lembaran kertas kosong yang tak sabar untuk segera digores oleh tinta hitam dalam lengkungan diksi.

When I looking into your eyes
 I’ts like watcin’ the night sky or a beautiful sunrise
Well there’s so much they hold
And just like them old stars, I see that you’ve come so far
To be right where you are
How old is your soul?


      Alunan musik memenuhi seisi lobus-lobus pikiranku. Melayang... menjauh... mendekati kepingan kenangan yang telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya. Ku buka kembali kotak kecil tempat ku menyimpan segalanya disana, tempat ku menyimpan apa yang seharusnya jauh-jauh ku lupakan. Untuk selamanya, mungkin.

      Namun ternyata sesuatu yang terdapat dalam ragaku berontak, menghentak-hentakkan segala kemampuannya untuk mencapai perasaku. Lama-kelamaan semuanya tak dapat disembunyikan lagi. Terlebih ketika waktu yang telah menyadarkanku selama bermilyar detik yang telah ku lewati selama ini. Aku gagal... melupakanmu.

I won’t give up on us
Even if the skies get rough
I’m giving you all my love
I’m still looking up


      6 tahun ternyata tak membuatku lantas dengan cepat melupakanmu. Kenyataannya, itu sulit sekali. Dengan cepat waktu berlalu meninggalkan jejak-jejak memori yang sempat kita lalui bersama. Bersama. Sekali lagi, bersama. Menyatukan ego yang tertanam sejak lama, menyatukan latar yang sangat bertolak belakang, memahami satu sama lain hanya demi satu kata, kita.

      Konyol, memang. Ketika aku masih mengingat-ingat segalanya tentang kita. Namun itulah kenyataannya. Ketika aku masih membandingkan mereka dengan adanya kehadiranmu. Ketika aku tahu ‘dia’ tak dapat mengerti sebagaimana kau memahami aku. Ketika hatiku tak dapat berkata “iya” meski kau tak lagi ada di sampingku. Ketika segalanya terjadi begitu cepat aku melupakan ‘dia’, ‘dia’ dan ‘dia’ yang hadir bergantian mengisi kosongnya hati yang telah lama kau tinggalkan. Tepatnya bukan mengisi, hanya ‘melewati’.

To Be Continued...
 

Amirush Shaffa Fauzia Copyright © 2012 Design by Sandi Hidayat