Udara
dan angin mulai melumpuhkan nadi dan mencoba membekukan darahku. Air langit
yang turun sejak tadi siang membuatku sedikit berjaga sore ini. Mungkin juga
karena seseorang jauh disana yang ku harapkan kehadirannya hari ini tak kunjung
datang menemuiku. Tak ada senyuman. Aku mengharapkannya. Aku merindukannya. Namun
ternyata hingga kini pun ia tak ada.
Senyuman
yang ku harapkan dari seorang yang ku kira kehadirannya hari ini, ternyata digantikan
oleh seorang yang lain. Kau. Kau yang ternyata mampu membuatku tersenyum dan
melupakan keresahanku pada seseorang yang tak kunjung datang padaku. Sejak pagi
kita bertemu, kau membawa suasana hangat yang membuatku tak bosan mendengarmu. Tertawa
di sela pekerjaan yang menyibukkan masing-masing diri kita, gurauan yang
membuatku tak henti memperhatikan tingkah lucumu, dan senyuman yang selalu kau
ciptakan saat aku merasa lelah.
Hari
ini begitu lelah bagi kita, bukan? Saat kita harus bekerja lebih ketika hanya
kau dan aku yang terlibat dalam pengerjaan proyek ini. Namun kau pula yang
membuatku bertahan hingga akhirnya senja datang dan menyuruh kita untuk kembali
ke rumah masing-masing. Aku tak tahu bahwa kau mengetahui apa yang kurasakan.
Secangkir teh hangat yang kau buat memberikan rasa tenang pada kondisi tubuhku
yang mulai lemah dan tak tenang.
“Kita
lulus sama-sama, ya…”
Aku
akan selalu ingat. Akan selalu ingat kata-kata itu. Kata yang kau ucapkan saat
kita bercerita mengenai segala hal di depan kamera dan camcorder. Kau
mengajarkanku banyak hal yang tak ku duga sebelumnya. Hal tak terduga pula
ketika akhirnya kita dipertemukan dalam proyek rintisan ini. Kau lebih dewasa,
dan melihat dunia dari sisi lain yang tak orang lain lakukan. Aku kagum.
Terimakasih
untuk pelajaran berharga yang kau beri, terimakasih untuk segala senyuman yang
membuatku lebih tenang hari ini, dan terimakasih untuk secangkir teh buatanmu
yang membuat pening dan gigilku pergi menjauh. Tahukah kau? Di sepanjang jalan,
ayahku tak berhenti bercerita tentangmu. Aku tahu, ayahku tak pernah menyetujui
ketika aku ‘lebih’ dekat dengan lawan jenisku. Namun, baru kali ini aku
mendengarnya bercerita penuh tentangmu tak henti hingga kami sampai di rumah
pun. Begitu ganjil, namun aku tahu. Sepertinya… ayahku menyukaimu.
Sembilan September 2012
Ketika secangkir teh hijau hangat
yang kau berikan untukku memberikan rasa yang indah
pada senja setelah hujan.
Terima kasih, kau.
0 comments:
Posting Komentar