Kamis, 22 Maret 2018

Mencintai Bumi dengan Hati dan Aksi

Posted by Amirush Shaffa Fauzia at 22.19 0 comments

Mencintai bumi, sama halnya memberi hati untuk mencintai diri sendiri. Di era globalisasi yang semakin menjamur dengan adanya teknologi informasi serta modernitas yang tinggi, segalanya kini dituntut serba cepat, praktis, dan tak jarang kita melupakan proses akarnya yang berasal dari tanah yang setiap saat kita injak ini. Hari ini, bahkan detik ini, banyak kampanye dan gerakan yang mengedepankan embel-embel ‘cinta lingkungan’ hanya sebagai ajang eksis di media sosial. Namun ketika banjir dan longsor menghadang rumah sendiri, mengapa masih menyalahkan pihak lain? Sebenarnya, siapa yang bertanggung jawab atas bencana alam yang seakan-akan tak henti menghantui bumi pertiwi ini?

Jawaban yang paling sederhana dan menohok adalah; kita. Kita adalah manusia yang bertanggung jawa atas alam yang selama ini kita perlakukan tak seimbang. Mineralnya kita ambil, tapi kita lupa menanamnya kembali, kita terbuai dengan limpahan sumber daya alam dan berbagai sumber mineral yang tersebar di bumi ini. Begitu miris, bukan?   Maka dari itu, kita lah yang menjadi agen utama untuk menjaga bumi dari tangan-tangan penguasa yang ingin memanfaatkan seluruh kekayaan bumi ini. Jawabannya, kita harus bertindak!

Dengan beberapa pengalaman saya sebelumnya, menjadikan diri ini semakin bersemangat untuk mengabdi pada negeri untuk kemaslahatan lingkungan bumi. Saya pernah mengikuti Jambore Kemah Konservasi Alam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat. Saya diberi kempatan untuk menjadi tim jurnalis di samping menjadi peserta yang mengikuti seluruh rangkaian kegiatan selama tiga hari camping di gunung. Acara ini dilaksanakan dalam rangka memperingati hari Konservasi Alam Nasional yang diselenggarakan Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLKKHL). Dalam memperingati Hari Konservasi Nasional yang telah ditapkan pada tanggal 10 Agustus menjadi Hari Konservasi Nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009.

Foto: Penanaman pertama oleh Direktur PJLKKHL 
(Dokumentasi pribadi)
Selain diberikan informasi mengenai konservasi, peserta pun di ajak untuk menulis surat untuk alam. Di surat ini para peserta harus menulis apa hobi mereka dan apa hubungan dari hobi itu dengan alam. Dan ternyata semua hal yang kita lakukan ada hubungannya dengan alam, tidak ada satpun kegiatan kita yang luput dari alam. Sangat luar biasa, bukan? Peserta juga dikagetkan dengan kedatangan Jovita Dwijayanti, pemain film Danum Baputi yang juga merupakan Runner Up Miss Indonesia 2013 yang juga seorang aktivis lingkungan. Jovita menjelaskan bahwa "Alam selalu take care of us, but we don't take care of them, tapi yang harusnya menjadikan kita malu, mereka itu selalu ada. Jadi orang-orang yang belum sadar lingkungan itu take it for granted, so we have to wake them up. Kalau kita tidak menjaga mereka akan punah, kita bakal tidak punya apa-apa dan kita juga akan punah.

             Pada hari kedua di hari tracking, setelah menempuh pendakian kurang lebih 4 jam, akhirnya kami sampai di Kawah Ratu. Bau khas belerang menyengat memenuhi penciuman kami. Pemandangannya pun begitu indah, asap putih mengepul ke udara di sela-sela pepohonan hutan yang hijau. Kawah Ratu terlihat bersih dan terawat rapi, pengunjung yang datang pun tidak membuang sampah sembarangan. Mereka memiliki kantung plastik masing-masing untuk tempat sampah sementara hingga nanti pulang kembali ke bumi perkemahan. Namun seluruh pengunjung dilarang turun ke bawah mendekati Kawah Ratu karena belerangnya mengandung racun yang dapat menyebabkan kematian secara langsung.

Foto: Tim Jurnalis, saya, dan Momo Suparmo (tim jaga di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak) Dokumen pribadi.
Ditemui di kawasan Kawah Ratu, Momo Suparmo yakni salah seorang tim yang berjaga di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak menjelaskan ekosistem Kawah Ratu mencakup berbagai flora dan fauna yang beragam dan tidak dimiliki di tempat lain, diantaranya berbagai jenis anggrek, Rasamala (Altingia excelsa), Puspa (Schima wallichii), Begonia, Palahar (Dipterocarpus hasseltii). Fauna Macan tutul Jawa (Panthera pardus), Owa Jawa (Hylobates moloch), Elang Jawa (Spizaetus bartelsii), Surili, Lutung gunung, dll. Beliau pun menambahkan “Semoga acara konservasi seperti ini sering dilakukan, dengan begitu masyarakat akan tahu peran penting hutan untuk hidup kita. Penebangan pohon itu kayunya hanya dimanfaatkan 8%, bayangkan 92 persen hilang begitu saja. Kita harus menyadarkan bahwa di hutan tidak hanya terdapat kayu saja, tetapi air dan oksigen pun yang membuat kita dapat hidup makmur hingga saat ini. Saya harap masyarakat bisa mengerti bahwa hutan yang paling luas di Asia Tenggara ini sudah mulai terancam keberadaannya.”

Dalam acara ini pun turut membebaskan Elang Jawa (Spizaetus bartelsii) ke alam bebas setelah diberi perawatan oleh dokter hewan dan tim ahli. Sungguh, dapat melihat langsung elang yang gagah terbang dengan bebas di udara dan melihat kembali ke habitatnya, adalah salah satu hal yang paling menakjubkan di hidup saya.

Foto: Penanaman “Satu orang satu Mangrove” di Desa Blanakan, Subang. (Dokumen Pribadi)
Selain di Gunung Salak, saya pun pernah menjadi panitia acara Mangrovestasi regional Jawa Barat, tepatnya di Blanakan, Subang. Mangrovestasi adalah acara yang bertujuan untuk ‘menghidupkan’ kembali Mangrove, yang biasa kita kenal dengan tanaman Bakau yang banyak manfaatnya namun sekarang tidak banyak diperdulikan. Di sana saya dan panitia lainnya banyak mendapatkan pengalaman, terutama ketika terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk mengadakan workshop tentang tanaman bakau itu sendiri. Tidak sedikit dari mereka pun baru mengetahui manfaat mangrove, padahal selama ini mereka tinggal di daerah yang notabene tanah dan rawanya banyak ditumbuhi mangrove. Serta pengalaman yang tak terlupakan ketika saya terjun langsung bersama masyarakat dan siswa-siswi untuk menanam mangrove secara serentak di rawa di daerah Blanakan tersebut.

Proses pembuatan Plang Cinta Lingkungan di Lombok (Dokumen Pribadi)


Tanggal 2-12 Februari 2018, saya juga mendapatkan kesempatan luar biasa untuk dapat mengabdi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sepekan di Kecamatan Labuhan Pandan, Lombok Timur, menjadi pengalaman berharga yang tidak dapat terlupakan. Selain bergiat di bidang pendidikan seperti mendirikan taman baca untuk anak-anak serta mengajar siswa di beberaoa sekolah pelosok, saya dan kawan-kawan di sana bergiat di bidang lingkungan dengan program plang kebersihan lingkungan serta penanaman mangrove di Pulau Gili Kapal.
Plang Cinta Lingkungan sedang dalam perjalanan menuju
penanaman Mangrove di Gili, Lombok Timur. (Dokumen Pribadi)


      Di sana, kami banyak belajar bahwa alam kita benar-benar butuh kasih sayang. Kita harus peduli sekecil apapun dengan bumi yang menjadi tempat bernaung kita. Meski terkadang banyak pihak yang ingin untung sendiri, namun hal tersebut tidak boleh menjadikan semangat kita surut untuk tetap peduli terhadap lingkungan. Apapun yang terjadi, kita lah yang tetap menjadi garda terdepan untuk bumi yang lestari.


Dari beberapa kegiatan ini, banyak pengalaman dan pelajaran yang dapat kita petik. Kerja sama dan kekompakan serta tidak mementingkan egoisme diri sendiri menjadi hal terpenting dalam setiap langkah kita. Serta menjaga dan tidak merusak ekosistem alam untuk kehidupan sesama makhluk ciptaan-Nya. Karena semua orang dapat melakukan konservasi, dimulai dari hal-hal kecil yang dapat kita lakukan oleh diri sendiri untuk kehidupan kita yang lebih baik. Salam lestari!




 

Amirush Shaffa Fauzia Copyright © 2012 Design by Sandi Hidayat