“Rasanya… aku susah untuk berpaling
darinya. Setiap aku melihat dia, melihat tatapan matanya, melihat senyumnya…
aku merasakan apa yang tak mereka rasakan.”
Trivia, anak bungsu dari 3
bersaudara itu kini hanya satu-satunya anak yang tinggal di rumah orang tuanya
setelah kedua kakaknya telah berkeluarga. Dia satu-satunya anak yang masih duduk
di bangku SMA dan berada di kelas 10. Akhir-akhir ini Ia sering melamun dan
entah kemana fikirannya melayang. Tak pernah Ia merasa seperti ini dan sesusah
ini. Terkadang… malam menjadi hal yang paling dibenci karena mengingat
seseorang yang berbeda di hidupnya, Ramdan.
“Dimana? Lagi apa? Ngapain?”
Rasanya setiap hari pertanyaan yang
tak asing lagi didengar di telinga Via, panggilan Trivia sehari-hari. Ramdan
adalah kekasih Via, dan mereka sudah menjalani cerita cinta bersama setelah
beberapa bulan belakangan ini. Ramdan sangatlah mencintainya, begitu juga Via.
Namun, Via merasa jenuh dan bosan dengan kelakuan Ramdan yang semakin kini
semakin menjadi. Dia terlalu “over”
dalam memberi perhatian pada Via. Memang, Via sangatlah mendambakan seseorang
yang dapat memberi perhatian penuh dan selalu ada untuknya. Dan itu ada pada…
Ramdan.
“Aku bingung, aku kan pengen banget
dapet cowok yang perhatian banget, aku seneng malah. Tapi kenapa Ramdan gak
ngebuat aku nyaman sepenuhnya ya?” Tanya Via pada teman dekatnya, Shela.
“Vi, kamu sih kasusnya beda. Emang,
siapa sih yang gak mau dapetin cowok yang perhatian dan selalu ada buat kita?
Semua orang pasti mau lah Vi, tapi gak over banget kayak Ramdan…”
“Hah? Maksud kamu Shel?” Tanya Via
dengan penuh penasaran.
“Gini Vi. Kita semua pengen banget
kan diperhatiin sama cowok kita? Tapi gak semuanya juga cowok kita yang harus
urusin. Masa gara-gara pacaran sama dia hubungan kamu sama temen-temen cewek
maupun cowok jadi terhambat?”
“Iya, Ramdan tuh gila banget. Dia
udah kaya densus aja. Kemana aku pergi pasti dia ngikutin, termasuk pergi sama
temen-temen cewek pun. Masa aku mau selingkuh sama cewek sih? Gak mungkin banget
kan…” kata Via dengan nada yang sedih.
“Aku tau Vi. Ramdan itu sayang
banget sama kamu, tapi gak seharusnya dia ngurusin urusan privasi kamu. Kamu
juga punya rahasia yang dia mesti gak tau. Kalau kita ngebuka rahasia kita
semuanya, emang dia siapa kita? Pacaran aja belum tentu nanti bakal jadi suami
kita.”
Suasana menjadi hening. Trivia hanya
butuh ketenangan untuk kembali menjalani hidupnya. Rasanya hari itu adalah hari
yang menjadikan dirinya terpukul. Di rumah, dirinya rindu akan keluarga yang utuh,
yang selalu ada untuknya. Setelah perpisahan ayah dan ibunya, kini Trivia hidup
bersama ibu dan ayah tirinya. Ia rindu akan ayah kadungnya yang selalu ada
untuknya, pelukannya, kehangatannya, dan berjuta cerita yang dirajut bersama.
Namun waktu itu telah berlalu, Ia tak mungkin mengembalikan waktu yang terus
berjalan. Meskipun dunia mencambuknya, waktu tak pernah berhenti untuk
menunggu. Ia mencoba bangkit, kuat, dan tegar menghadapi apa yang menjadi
pilihan Tuhan padanya.
Waktu terus berlalu, Via tetap
mencintai Ramdan dengan segala kekurangannya. Banyak teman-temannya yang
berkata bahwa mereka cocok dan pasangan yang serasi. Namu di balik itu semua…
Via tersiksa.
“Jadi gimana? Kita sekarang mau
gimana? Kamu maunya apa sih?!” Sentak Ramdan saat Via hendak pulang ke rumahnya
setelah latihan olahraga rutin di sekolah.
“Dan, mending aku pulang deh. Ini
udah sore, udah mau maghrib. Lagian malu, kita ini di pinggir jalan raya,
banyak orang yang ngeliat kita dan pandangan mereka gak enak.” Jawab Via dengan
lirih.
“Kamu ya! Jawab dulu! Aku gak mau
kita gini terus!” kata Ramdan sambil menarik baju Via dengan kasar.
“Dan, jangan kasar! Aku harus
pulang!” Jawab Trivia dengan segera dan langsung membalikkan motornya ke jalur
pulang ke rumahnya.
“Aku ikut! Aku harus nganterin kamu
Vi!” Teriak Ramdan sambil